![]()
Penegasan Etika dan Batasan Hukum Menjadi Kunci di Tengah Derasnya Arus Informasi Digital
BEKASIVOICE.COM | KOTA BEKASI, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bekasi Raya menegaskan kembali pentingnya profesionalisme wartawan di era digital dengan menggelar Pembekalan dan Sosialisasi Penerapan Undang-Undang Pers, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kegiatan yang berlangsung pada Jumat (31/10/2025) di Sekretariat PWI Bekasi Raya ini menjadi refleksi mendalam bahwa kecepatan menulis harus dibarengi dengan kecerdasan berpikir dan ketaatan hukum.
Wartawan dituntut tidak hanya cepat dalam menyampaikan berita, tetapi juga cerdik di lapangan, berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan yang terpenting, memiliki literasi hukum yang memadai.
Poin Kunci dari Narasumber Lintas Sektor
Forum penting ini menghadirkan narasumber lintas sektor yang kompeten, mulai dari unsur pers, akademisi hukum, hingga penegak hukum. Mereka adalah:
- Aat Surya Safaat (Direktur Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI Pusat)
- Dr. Sulvia Triana Hapsari, S.H., M.Hum (Pakar Hukum)
- AKP Sentot (Perwakilan Bidang Hukum Polres Metro Bekasi Kota)
Turut hadir Kadis Kominfostandi Kota Bekasi, Drs. Nadih Arifin, M.Si, serta jurnalis anggota PWI Bekasi Raya dari berbagai platform media.
1. Niat Baik dan Kecerdikan Profesional di Lapangan
Wartawan senior Aat Surya Safaat, mengawali sesi dengan menekankan aspek fundamental: niat. Menurutnya, niat baik seorang wartawan saat bertugas akan memengaruhi kelancaran rezeki dan integritasnya.
“Konfrontir berita itu penting, tapi harus tahu tempat dan waktu. Doorstop bukan berarti menyerbu, melainkan membaca momentum,” ujar Aat.
Ia menegaskan, kecerdikan di lapangan adalah bagian dari etika profesional, bukan sekadar trik. Di atas segalanya, wartawan wajib berpegang pada prinsip “cover both sides” (berimbang) dan tunduk pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
2. Literasi Hukum: Benteng Utama Profesi
Dari dimensi yuridis, akademisi hukum Dr. Sulvia Triana Hapsari, S.H., M.Hum, menyoroti bahaya mens rea (unsur kesengajaan atau niat jahat) yang sering menjerat wartawan. Bukan hanya isi berita, tetapi cara menulis yang menggiring opini hingga merugikan pihak lain dapat menjadi delik hukum.
“Wartawan sekarang bukan hanya harus pandai menulis, tapi juga paham hukum. Literasi hukum adalah bagian dari literasi media,” tegas Sulvia.
Ia mengingatkan, di era digital, kehati-hatian harus ditingkatkan karena “Satu kalimat bisa menjadi bukti hukum, satu unggahan bisa menjadi delik.” Kesadaran etik dan pemahaman hukum adalah benteng utama bagi profesi pers.
3. Keseimbangan Kebebasan dan Tanggung Jawab Hukum
Perwakilan penegak hukum, AKP Sentot, menyoroti perspektif kepolisian sebagai mitra strategis media. Ia menekankan bahwa hukum tidak melarang kritik, tetapi melarang fitnah.
“Wartawan tidak boleh tendensius. Tulis fakta dengan berimbang, maka hukum akan melindungi Anda,” tegas AKP Sentot.
Menurutnya, UU Pers, UU KIP, dan UU ITE berfungsi sebagai pagar etika, bukan pembatas kebebasan, demi menjaga demokrasi komunikasi yang beradab dan bertanggung jawab.
Refleksi Ketua PWI: Pers Berjalan di Atas Dua Kaki
Menutup acara, Ketua PWI Bekasi Raya, Ade Muksin, S.H., menyampaikan refleksi yang menyatukan seluruh pesan narasumber. Ia menegaskan, profesi wartawan harus berjalan di atas dua kaki: kebebasan dan tanggung jawab.
“Wartawan yang memahami hukum tidak akan takut, tapi juga tidak akan ceroboh,” kata Ade Muksin.
Ade menyampaikan bahwa kegiatan ini digagas untuk memperkuat pemahaman anggota PWI terhadap hukum pers agar para jurnalis mampu menulis dengan cerdas dan mengetahui batas-batasnya.
Namun, ia juga menyayangkan ketidakhadiran Ketua Pengadilan Negeri Kota Bekasi, yang menurutnya penting untuk melengkapi perspektif sistem hukum (legislatif, eksekutif, dan yudikatif).
Optimisme Penutup:
“Pers yang beretika akan dihormati hukum. Pers yang jujur akan dihormati sejarah. Mari kita jaga marwah profesi ini, agar pena kita tetap tajam, tapi tidak menusuk, hanya menerangi,” tutup Ade Muksin.
Acara diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif, menegaskan semangat baru para jurnalis: menulis lebih cerdas, bukan hanya lebih cepat. (Red)