BEKASIVOICE.COM | KOTA BEKASI, Menanggapi polemik yang mencuat dari kebijakan jumlah rombongan belajar (Rombel) dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026, Ketua DPRD Kota Bekasi, Sardi Effendi, meminta Dinas Pendidikan (Disdik) untuk membuka ruang dialog serta menjelaskan secara terbuka alasan penetapan jumlah 44 siswa per kelas di jenjang SMP negeri.
Pernyataan tersebut disampaikan menyusul keberatan yang dilontarkan oleh Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Bekasi. Organisasi ini menilai kebijakan penambahan Rombel dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan mereka sebagai salah satu stakeholder pendidikan.
BMPS itu kan bagian dari stakeholder pendidikan, sama halnya seperti Dewan Pendidikan dan PGRI. Kenapa tidak bisa duduk bersama dengan Dinas Pendidikan dalam menyusun kebijakan penting seperti ini? ujar Sardi Effendi, dalam keterangannya pada Senin (26/5/2025).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut mempertanyakan proses komunikasi yang dilakukan oleh Disdik dalam menyusun kebijakan teknis penerimaan siswa baru.
Menurutnya, keterlibatan pihak swasta sangat penting mengingat mereka juga merupakan penyelenggara pendidikan yang sah di Kota Bekasi.
BMPS ini adalah kumpulan para pengelola sekolah swasta. Bahkan untuk penunjukan kepala sekolah swasta saja harus melalui Disdik. Tapi ketika bicara kebijakan rombel, mereka tidak dilibatkan. Ini yang menurut saya perlu diperbaiki, tegasnya.
Sardi menilai bahwa polemik jumlah Rombel ini seharusnya tidak perlu berujung pada ketegangan, apalagi hingga menempuh jalur hukum.
Ia berharap seluruh pihak dapat duduk bersama untuk mencari titik temu terbaik demi keberlangsungan pendidikan yang merata dan berkeadilan.
Tinggal dikomunikasikan saja secara baik. Ini bukan soal siapa yang diajak atau tidak, tapi bagaimana menyusun kebijakan yang melibatkan semua pihak. Jangan sampai muncul kesan kebijakan dibuat sepihak, ungkapnya.
Terkait kemungkinan BMPS menempuh jalur hukum dengan menggugat kebijakan ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Sardi menyatakan bahwa hal tersebut merupakan hak konstitusional warga negara. Namun ia mengingatkan, sebaiknya ruang komunikasi tetap diutamakan.
Kalau masih bisa dibicarakan, kenapa tidak? Kita semua menginginkan sistem pendidikan yang baik. Pertanyaannya, apakah dengan membawa ke PTUN akan menyelesaikan persoalan dan membuat pendidikan lebih baik? ujarnya.
Sardi juga menegaskan bahwa kebijakan Rombel 44 bukanlah aturan final yang tidak bisa diubah. Mengingat kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Wali Kota (Perwal), maka Disdik seharusnya bisa memberikan penjelasan mendalam mengenai urgensi penetapan tersebut.
DPRD tidak dalam posisi mendukung atau menolak. Kami mengawasi dan memastikan setiap kebijakan berjalan dengan tepat dan berdampak baik. Jika kebijakan ini efektif, tentu kita dukung. Tapi jika tidak, maka harus dievaluasi, jelasnya.
Sebelumnya, Ketua BMPS Kota Bekasi, Pudio Bayu, menyatakan keberatan atas kebijakan tersebut karena merasa tidak dilibatkan dalam proses penyusunan. Ia juga menilai kebijakan ini tidak didasarkan pada pemetaan kebutuhan yang akurat.
Menurut data E-Ijazah Kemendikdasmen 2025, terdapat 36.307 lulusan SD di Kota Bekasi, sementara daya tampung SMP negeri hanya 13.600 siswa. Selisih ini, menurut BMPS, harusnya bisa menjadi ruang kolaborasi antara sekolah negeri dan swasta, bukan malah menciptakan kebijakan yang berpotensi mematikan eksistensi sekolah swasta.
Sardi berharap ke depan, kebijakan pendidikan di Kota Bekasi dapat lebih inklusif dan partisipatif, dengan mengedepankan transparansi serta kolaborasi lintas sektor. (ADV)