Nov 20, 2025 /

Warga Bantargebang Mengadu ke Komnas HAM: Menuntut Hak Atas Udara Bersih dan Hidup Layak

Loading

BEKASIVOICE.COM | Bekasi — Kesabaran warga yang tinggal di sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumurbatu, Kota Bekasi, akhirnya mencapai batasnya.

Pada Selasa (11/11/2025), puluhan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Penggiat Lingkungan (AMPL) mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta. Bukan untuk menuntut urusan politik atau ekonomi, melainkan hal yang jauh lebih mendasar — hak untuk menghirup udara bersih, mengonsumsi air layak, dan hidup tanpa ancaman dari gunungan sampah.

Dalam pertemuan itu, perwakilan warga menyerahkan laporan resmi beserta hasil investigasi mandiri terkait pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi mengenai pengelolaan sampah di TPST Bantargebang.

Komnas HAM menyambut kedatangan mereka dengan tangan terbuka. Di ruangan itu, wajah-wajah lelah para warga akhirnya bisa bercerita — kisah tentang kehidupan di tengah bau menyengat dan udara yang tak lagi menyehatkan.

Laporan AMPL menyoroti banyak persoalan yang selama ini hanya “selesai” di atas kertas, namun membusuk di lapangan.

Mulai dari praktik open dumping yang masih terjadi, pencemaran air limbah berdasarkan hasil uji laboratorium Sucofindo, hingga ketidakjelasan status lahan milik DKI Jakarta di kawasan TPST Bantargebang.

Lebih memprihatinkan lagi, kondisi kesehatan warga sekitar terus memburuk. Air tanah tak lagi layak konsumsi, udara penuh polusi, sementara santunan bagi warga terdampak bahkan tak pernah sampai.
Ironisnya, Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) yang semestinya menjadi pengawas justru dinilai tidak berfungsi — tetap dipertahankan tanpa peran nyata di lapangan.

“Saat kemarau kami terancam ledakan gas metan, sementara di musim hujan kami takut longsoran sampah,” ujar Wandi Sunardi, Pembina AMPL, dengan nada getir. “Semua ini akibat pengelolaan sampah yang tidak sesuai aturan.”

Baca Juga  Mahasiswa Bhayangkara Jakarta Raya Gelar Kegiatan KKN di Rumah Pelangi Bekasi

Menurut Wandi, penurunan kualitas lingkungan di Bantargebang sudah sangat mengkhawatirkan. Penyakit kulit dan gangguan pernapasan menjadi hal lumrah di kalangan warga.

“Air sudah tidak layak minum dan kesehatan warga terus terancam,” tambahnya.

Melalui laporan tersebut, AMPL meminta Komnas HAM untuk turun tangan dan melindungi hak atas kesehatan serta lingkungan hidup warga Bantargebang. Mereka juga mendesak dibentuknya tim investigasi independen sebelum masa kerja sama pengelolaan sampah antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi berakhir pada 26 Oktober 2026.

“Kami berharap Komnas HAM melakukan investigasi yang melibatkan Pemkot Bekasi, DPRD, tim analisis independen, serta penggiat lingkungan dari berbagai level — lokal, nasional, hingga internasional,” tegas Wandi.

Menanggapi hal itu, Komnas HAM berkomitmen untuk menindaklanjuti laporan tersebut dan mengkaji lebih dalam dugaan pelanggaran hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang sehat.

Namun bagi warga Bantargebang, janji itu hanyalah secercah harapan — di tengah bau menyengat yang setiap hari mengingatkan bahwa hak mereka untuk hidup layak masih jauh dari kata terpenuhi. (Red).

Redaksi

POPULER

TERBARU

dprd single

© 2024 BEKASIVOICE.COM

pop up2025