Bekasi Voice | Setu, Antrian Truk Sampah di TPA Burangkeng tampak memanjang hal ini akibat longsornya TPA Burangkeng belum lama ini, Setidaknya sudah 2 kali di Bulan November 2024 TPA Burangkeng longsor, Pertama pada tanggal 7 November dan Kedua tanggal 15 November 2024, Artinya diperlukan perhatian khusus untuk penanganan bencana dilingkungan TPA Burangkeng, pengawasan atas tata kelola TPA dan manajemen pengelolaan TPA Kab. Bekasi (16/11).
Intensitas hujan yang cukup tinggi ditambah kondisi TPA yang memang sudah Overload tidak lagi mampu menahan beban sehingga untuk kesekian kalinya tumpuk sampah Zona B TPA Burangkeng longsor. Sebagian menjebol tembok arcon akibat tekanan sampah. Hal tersebut juga menambah kekhawatiran warga sekitar.
Kasus longsor sangat parah pernah terjadi pada tahun 2021, dimana sampahnya menguruk Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) dan tempat pengomposan, gudang dan lainnya, sehingga patut dan perlu diwaspadai kembali.
dr. Tuti Yasin Ketua FPRB Kab. Bekasi menyoroti bencana longsor yang terjadi di TPA Burangkeng, ditambah adanya potensi bencana longsor masih terus mengintai masyarakat yang tinggal maupun yang bekerja di area TPA tersebut, Dirinya menghimbau agar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kab. Bekasi untuk bekerja secara profesional dalam mengelola TPA.
“Tempat pembuangan akhir (TPA) harus dikelola secara Profesional karena jika sampah ketika tidak dikelola sesuai standar dan peraturan perundangan akan menimbulkan malapetaka lingkungan dan kemanusiaan, seperti yang terjadi di TPA Burangkeng, sejak dioperasikan dikelola secara Open Dumping. Selain longsor di musim hujan nyatanya ada potensi bencana yang lain yaitu adanya potensi kebakaran ketika musim kemarau, ada pula insiden lain yang juga dialami oleh supir-supir truk sampah yang armadanya terbalik, backhoe tergelincir dan dari tinjauan lapangan oleh Tim FPRB juga menemukan Instalasi Pengelolaan Air Sampah ( IPAS ) TPA Burangkeng tidak dioperasikan mengikuti standar dan peraturan perundangan-undangan, dampaknya, sebagian leachate masuk ke kali dan lahan pertanian” Ujarnya.
Masih kata Tuti, Menurutnya, Keberadaan TPA seharusnya tidak menambah beban pencemaran lingkungan hidup, memperburuk panorama alam, mengancam kesehatan dan merugikan hak asasi manusia (HAM) warga sekitar, dikarenakan terancam oleh potensi resiko bencana.
“FPRB menghimbau agar stake holder terkait TPA Burangkeng segera melakukan analisis dan mitigasi potensi resiko bencananya dan FPRB yang terdiri dari unsur Pentahelix termasuk didalamnya ada unsur akademisi, organisasi-organisasi pemerhati lingkungan hidup juga relawan kemanusiaan siap untuk berkolaborasi sebagai langkah pengurangan resiko bencana, Kenali Bahayanya, Kurangi Resikonya, Siap Untuk Selamat” tutup Tuti Yasin. (MD)